Pernah hidup seorang Raja tua yang sangat bijaksana, memerintah sebuah negeri yang aman tenteram dan makmur sentora. Suatu malam, Raja tua dan pembantunya berkeliling kota dan menemukan sebuah gubug yang kumuh.
Raja tua mengendap mendekati gubug itu dan mencuri dengar. Rupanya gubug itu dihuni oleh seorang janda miskin beranak satu. Sang anak menangis kelaparan, sementara sang Ibu sibuk menghibur si anak. “Sabarlah nak. Ibu akan menghadap Raja besok. Ibu dengar dia Raja yang murah hati. Dia pasti akan memberikan makanan bagi kita.”
Raja tua terenyuh hatinya dan memanggil sang pembantu, :Jika mereka sudah tidur, ambil anaknya dan letakkan di tempat tidurku. Besok, aku ingin dia menjadi Raja selama satu hati. Sehingga saat Ibunya datang menghadap, dia bisa memberikan sebanyak apapun harta kekayaan istanaku kepada Ibunya.” Si anak bangun tidur di kamar Raja yang mewah. Para pelayan istana memberikan penghormatan kepada si anak, selayaknya seorang Raja. Mereka melayani dia dari keperluan mandi hingga sarapan. Dari pagi hingga siang, si anak bermain-main dengan para Pangeran dan Putri istana. Semuanya menghormati dia selayaknya seorang Raja. Si anak mulai berpikir bahwa dia akan seterusnya tinggal di istana sebagai seorang raja. Dia mulai menikmati segala kemewahan disekelilingnya.
Tiba saatnya Raja duduk di ruang sidang, memutuskan masalah rakyat. Disamping singgasana Raja, duduk Penasehat Agung Kerajaan, yang tiada lain adalah Raja Tua yang asli. Satu demi satu Raja memutuskan urusan rakyat dengan bijaksana, atas saran bijak Penasehat Agung. Hingga tiba giliran sang Ibu yang miskin untuk menghadap. Malu, sang Ibu hanya tertunduk, tidak berani memandang Raja. Tapi Raja dapat mengenali Ibunya. Usai mendengarkan penuturan ibunya, Raja memerintahkan untuk memberikan dua karung gandum dan sepuluh keeping uang emas kepada ibunya. Penasihat Agung dan pembesar lainnya terkejut.
“Yang mulia,” tegur Penasihat Agung. “Kekayaan istana ini sungguh tidak terbatas. Kita bisa memberikan lebih banyak lagi.” “Yang Mulia,” Menteri Pangan bangkit dari kursinya. “Menurut perhitungan hamba, jika Tuanku menyerahkan 1000 lumbung padi sekalipun, negera masih memiliki kelimpahan yang tidak terbatas. Saran hamba, berikanlah lebih dari itu.”
“Tuanku,” Bendahara Negeri ikut menimpali. “Menurut hitungan hamba, jika Tuanku mengeluarkan seluruh persediaan emas Negara untuk Ibu ini, Negara masih tetap kayak arena bulan depan kita akan memperoleh pendapatan emas dua kali lipat dari hari ini. Saran hamba, berikanlah lebih dari itu.”
Demikianlah, Penasihat Agung dan satu demi satu pembesar kerajaan mencoba membujuk Raja untuk memberikan lebih kepada Ibunya. Tetapi raja tidak perduli. Dia bahkan marah dengan usulan-usulan yang dianggap mempertanyakan otoritasnya itu. Sang Ibu yang miskin akhirnya pulang dengan dua karung gandum dan sepuluh keping uang emas.
Ketika matahari tenggelam, si anak tertidur kelelahan. Raja Tua berkata kepada pembantunya, “Aku telah menggenapi janjiku untuknya. Kembalikan lagi dia ke rumah Ibunya.” Sang anak terbangun kembali di gubugnya. Dia pikir dia baru bermimpi. Namun dia terkejut mendengar cerita Ibunya. Si anak segera menyadari kesalahannya, dan berlari ke istana menemui Raja Tua. “Yang Mulia, ampuni hamba. Hamba kini menyadari maksud Baginda. Hamba mohon, kembalikan hamba menjadi Raja, agar hamba bisa memberikan lebih kepada Ibu hamba.”
“Tidak bisa,” kata Raja.
<p class="MsoNormal" style=%2
0 Komentar untuk "Raja Sehari"